Bagaimanakah cara bertawasul yang benar
Tawassul Bid'ah dan Tawassul yang Disyariatkan
Tanya :
Saya ingin bertanya tentang tawassul. Saya tahu
bahwa orang yang meminta tawassul (perantaraan) dari kuburan atau meminta kepada
orang mati adalah doa kepada selain Allah, dan itu tidak benar. Akan tetapi ada
orang bilang, tetapi apa salahnya saya meminta doa kepada orang shalih yang
masih hidup? Dengan begitu, apa salahnya pula meminta doa itu darinya sesudah
dia meninggal dunia? Bagaimana saya menjawab sanggahan saudara saya itu?
Tawassul bagaimana yang dibolehkan? Dan tawassul bagaimana yang tidak
dibolehkan? Jawab :
Al-Hamdulillah. Tawassul secara bahasa
artinya mendekatkan diri. Di antaranya dalam firman Allah: "…dan memohon wasilah
untuk mendekatkan diri kepada Rabb mereka." Tawassul dibagi menjadi dua:
Tawassul yang disyariatkan, dan tawassul yang dilarang. Tawassul yang
disyariatkan yaitu: Mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan yang Dia cintai
dan Dia ridhai berupa ibadah-ibadah yang wajib dan sunnah, baik berupa ucapan,
perbuatan atau keyakinan. Bentuknya bisa bermacam-macam: Pertama:Ber-tawassul
kepada Allah dengan Asma dan Shifat-Nya. Allah berfirman: " Hanya milik Allah
asma-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma-ul husna itu dan
tinggalakanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut)
nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka
kerjakan."(Al-A'raaf : 180) Caranya, seorang hamba ketika berdoa kepada Allah,
terlebih dahulu menyebutkan nama-Nya yang sesuai dengan permintaannya; seperti
menyebutkan nama Yang Maha Pengasih (Ar-Rahmaan), ketika ia meminta belas
kasihan; atau menyebut nama Yang Maha Pengampun (Ghafuur), ketika memohon
ampunan, dan sejenisnya. Yang kedua: Bertawassul kepada Allah dengan iman dan
tauhid. Ya Rabb kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan
dan telah kami ikuti rasul, karena itu masukkanlah kami ke dalam golongan
orang-orang yang menjadi saksi (tentang keesaan Allah). " (Ali Imraan : 53) Yang
ketiga: Bertawassul dengan amal shalih. Yakni dengan cara seorang hamba memohon
kepada Rabb melalui amalan paling ikhlas yang pernah dia lakukan, yang bisa
diharapkan, seperti shalat, puasa atau membaca Al-Qur'an, atau kesuciannya dalam
menjaga diri dari maksiat dan sejenisnya. Di antaranya seperti yang disebutkan
dalam hadits Al-Bukhari dan Muslim tentang kisah tiga orang yang masuk gua,
tiba-tiba pintu gua tertutup oleh batu besar. Lalu mereka berdoa kepada Allah
dengan menyebutkan amalan-amalan mereka yang paling diharapkan pahalanya.
Termasuk di antaranya bila seorang hamba bertawassul kepada Allah dengan
kefakirannya, sebagaimana yang diucapkan oleh Nabi Ayyub 'Alaihissalam: "Inni
Massaniadh-Dhurru wa Anta Arhamurrahimin." (Sesungguhnya aku telah mengalami
kesengsaraan dan Engkau adalah Yang Maha Pengasih dari segala yang pengasih..)
Atau dengan pengakuan seorang hamba terhadap kezhalimannya dan kebutuhan dirinya
terhadap Allah sebagaimana diungkapkan oleh Nabi Yunus: "Laa Ilaaha Illa Anta
Subhanaka Inni Kuntu Minazh zhalimin." (Tidak ada yang berhak diibadahi secara
benar melainkan Engkau; Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang
yang zhalim..) Tawassul-tawassul yang disyariatkan inipun berbeda-beda hukumnya
yang satu dengan yang lainnya. Ada yang wajib, seperti tawassul dengan
menyebutkan nama dan sifat Allah atau dengan tauhid. Ada juga yang disunnahkan,
seperti tawassul dengan menyebutkan amal shalih. Adapun tawassul yang dilarang
dan bid'ah itu adalah: Bertawassul kepada Allah dengan hal-hal yang tidak
disukai dan tidak diridhainya, berupa ucapan, perbuatan dan keyakinan. Di
antaranya tawassul dengan berdoa kepada orang-orang mati atau orang-orang yang
tidak hadir, memohon keselamatan dengan perantaraan mereka, dan sejenisnya.
Semua perbuatan itu adalah syirik besar yang mengeluarkan pelakunya dari Islam
dan bertentangan dengan tauhid. Berdoa kepada Allah, baik dalam bentuk doa
permohonan seperti meminta sesuatu dan meminta diselamatkan dari bahaya: atau
doa ibadah seperti rasa tunduk dan pasrah di hadapan Allah, kesemuanya itu tidak
boleh dialamatkan kepada selain Allah. Memalingkannya dari Allah adalah syirik
dalam berdoa. Allah berfirman: "Dan Allah berfirman: "Dan Rabbmu
berfirman:"Berdo'alah kepada-Ku,niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya
orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk naar Jahannam
dalam keadaan hina dina…" (Al-Mukmin : 60) Allah menjelaskan dalam ayat di atas
ganjaran bagi orang yang enggan berdoa kepada-Nya, bisa jadi dengan berdoa
kepada selain-Nya atau dengan tidak mau berdoa kepada-Nya secara global dan
rinci, karena takkbur atau sikap ujub, meski tak sampai berdoa kepada
selain-Nya. Allah juga berfirman: "Berdoalah kepada Allah dengan rasa tunduk dan
suara perlahan.." Dalam ayat ini Allah memerintahkan berdoa kepada-Nya, bukan
kepada selain-Nya. Allah berfirman menceritkan ucapan Ahli Neraka: "Demi Allah,
sungguh kami dahulu (di dunia) berada dalam kesesatan yang nyata; tatkala kami
menyamakan kalian dengan Rabb sekalian makhluk." Segala bentuk penyamaan Allah
dengan selain-Nya dalam ibadah dan ketaatan, maka itu adalah perbuatan syirik
terhadap-Nya. Allah berfirman: "Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang
yang menyembah sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan
(do'anya) sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) do'a mereka.
" (Al-Ahqaaf : 5) "Dan barangsiapa yang menyeru sesembahan selain Allah,
sesungguhnya perhitungannya di sisi Rabb-nya, sesungguhnya tidak akan beruntung
orang-orang yang kafir." Allah menganggap orang yang berdoa kepada selain-Nya,
berarti telah mengambil sesembahan selain-Nya pula. Allah berfirman: "Dan
orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa
walaupun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada menmendengar
seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan
permintaanmu.Dan di hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak
ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang
Maha Mengetahui.)Faatir : 13-14) Allah menjelaskan dalam ayat ini, bahwa Dia-lah
yang Maha Berkuasa dan Mampu mengurus segala sesuatu, bukan selain-Nya.
Bahwasanya para sesembahan itu tidak dapat mendengar doa, apalagi untuk
mengabulkan doa tersebut. Kalaupun dimisalkan mereka dapat mendengar, merekapun
tidak akan mampu mengabulkannya, karena mereka tidak memiliki kemampuan untuk
memberi manfaat atau memberi mudharrat, dan tidak memiliki kemampuan atas hal
itu.
No comments:
Post a Comment