Tuesday, October 27, 2015

Signifikansi dari autentik assessment dalam pembelajaran

Penilaian yang hanya menggunakan tes saja tidak mampu menggambarkan kemampuan siswa secara utuh. Hal itu dikarenakan kemampuan siswa yang terus berkembang dan keterampilan yang dimiliki siswa yang beragam. Oleh karena itu dibutuhkan teknik penilaian autentik yang dapat merekam pengetahuan, keterampilan dan sikap  siswa secara holistik. Teknik penilaian autentik dilakukan melalui portofolio, jurnal, demonstrasi, laporan tertulis, ceklis dan observasi.

Untuk mengukur tingkat keberhasilan sebuah proses pembelajaran diperlukan alat ukur yang disebut dengan penilaian. Penilaian penting dilakukan untuk melihat sejauh mana tingkat capaian dari sebuah proses pembelajaran. Namun apa jadinya jika penilaian yang dilakukan hanya mengukur salah satu aspek saja kemampuan siswa, tentu hasilnya menjadi bias.

Diakui atau tidak, penilaian yang selama ini dilakukan oleh sekolah hanya sebatas menilai kemampuan kognitif siswa dengan tes sebagai alat ukurnya. Hal ini diperkuat dengan Ujian Nasional (UN) sebagai sarana untuk mengukur tingkat penguasaan  standar kompetensi siswa. Akibatnya Sekolah cenderung memacu kemampuan kognitif siswa dengan memberikan pelajaran tambahan dan menggunakan metode drill dalam setiap pembelajarannya agar siswanya memperoleh nilai tinggi pada mata pelajaran yang di-UN- kan. Dampak yang paling tidak diinginkan dalam pelaksanaan penilaian ini adalah adanya berbagai kecurangan, baik yang dilakukan secara perorangan maupun kolektif yang tersistem. Upaya-upaya tersebut tampak telah menyimpang dari hakikat dan tujuan pembelajaran. Pembelajaran yang dilakukan bukan lagi mendorong siswa untuk belajar melainkan mengerjakan soal, bukan lagi untuk memiliki kompetensi sebagaimana tertuang dalam Permendikbud nomor 64 Tahun 2013 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, tetapi untuk lulus dalam UN, dan bukan lagi untuk menerapkan pengetahuannya dalam memecahkan berbagai permasalahan kehidupan sehari-hari, melainkan agar memiliki strategi dalam menjawab soal UN. Dengan demikian mutu pendidikan dalam arti yang sebenarnya tidak akan pernah terwujud.
Berdasarkan pada realitas dan pemikiran tersebut, maka perlu dikembangkan sistem penilaian yang mampu mengukur kemampuan siswa secara holistik sebagai hasil belajar dan mendorong siswa untuk belajar mengembangkan segala potensi dan kreativitasnya serta menerapkan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari. Jenis penilaian tersebut adalah penilaian autentik, yaitu suatu penilaian untuk mengukur secara keseluruhan hasil dan proses belajar dengan berbagai cara. Mengapa penilaian autentik diperlukan ? apa saja bentuk penilaian autentik ? akan menjadi fokus tulisan sederhana ini.    
Penilaian dalam Proses Pembelajaran
Penilaian merupakan bagian integral dari proses pembelajaran. Penilaian sering dianggap sebagai salah satu dari tiga pilar utama yang sangat menentukan kegiatan pembelajaran. Ketiga pilar tersebut adalah perencanaan, pelaksanaan dan penilaian. Apabila ketiga pilar tersebut sinergis dan berkesinambungan, maka akan sangat menentukan kualitas pembelajaran.
Keberadaan penilaian dalam proses pembelajaran sangatlah penting guna mengetahui kemajuan anak dan tingkat efisiensi metode-metode pendidikan yang dipergunakan pendidikan selama jangka waktu tertentu (Buchari, 1983 :7). Dari penilaian yang dilakukan maka akan dapat diketahui tingkat keberhasilan proses pembelajaran sehingga dapat dijadikan acuan terhadap perbaikan proses pembelajaran berikutnya dalam segala aspek termasuk metode dan pendekatan yang digunakan. Tanpa adanya kegiatan penilaian tidak akan mungkin seorang guru dapat mengembangkan atau memperbaiki proses pembelajaran yang dilaksanakan karena tidak tersedianya informasi yang akurat tentang kelebihan dan kelemahan dari berbagai praktik yang telah dilakukan dalam proses pembelajaran itu sendiri.
Mengingat pentingnya kegiatan penilaian dalam pembelajaran, maka penilaian harus dilakukan dengan akurat sesuai dengan tujuan pembelajaran itu sendiri. Karena tujuan pembelajaran biasanya bersifat kompleks, maka penilaianpun harus tidak sederhana seperti yang biasa dilakukan. Setidaknya penilaian dilakukan sesuai dengan tujuan pembelajaran itu sendiri yaitu untuk mengetahui:
1.        Hasil belajar berupa pengetahuan dan pengertian,
2.        Hasil belajar dalam bentuk sikap dan kelakuan,
3.        Hasil belajar dalam bentuk kemampuan untuk diamalkan,
4.        Hasil belajarn dalam bentuk keterampilan serta yang dilaksanakan dalam kegiatan sehari-hari (Ruysan, 1989 : 210-211 )
Mengacu pada pandangan di atas, maka dapat dipahami bahwa pada hakekatnya kegiatan penilaian itu harus berorientasi pada ketiga aspek tujuan pendidikan, yakni aspek kongnitif, afektif dan psikomotor.
Karena itu penilaian hendaknya dilakukan dengan dua pendekatan sekaligus yaitu pendekatan ilmuninatif-observatif dan struktural-objektif. Penilaian secara iluminatif-observatif dilakukan dengan pengamatan yang terus-menerus tentang perubahan dan kemajuan yang dicapai siswa. Sedangkan penilaian secara struktural-objektif berhubungan dengan pemberian skor, angka atau nilai yang biasa dilakukan dalam rangka penilaian hasil belajar siswa. Sungguhpun masih banyak kekurangan dan kelemahan, penilaian cara yang kedua (struktural-objektif) telah biasa digunakan oleh para guru. Namun penilaian cara yang pertama (iluminatif-observatif) masih belum biasa digunakan guru disebabkan kemampuan dan kesadaran akan pentingnya penilaian tersebut belum membudaya (Sudjana, 1989 : 21 – 22).
Urgensi Penilaian Autentik
Manusia adalah makhluk yang unik yang dibekali dengan potensi yang tidak terbatas. Banyak penilitian yang dilakukan untuk mengungkap misteri manusia, diantaranya  temuan para ilmuan seperti Alfred Binet dengan IQ-nya, Daniel Goleman dengan EQ-nya, dan Howard Gadner dengan Multiple Intelegenciesnya.
Melihat potensi manusia yang tidak terbatas seperti yang dikemukakan oleh para ahli di atas, maka menuntut suatu penilaian pembelajaran yang komprehensip meliputi semua potensi. Dengan demikian penilaian yang hanya menekankan aspek kognitif belaka harus segara diakhiri hal ini mengingat :
1.         Pengukuran tunggal tidak cukup untuk memberikan gambaran/informasi tentang kemampuan, keteramapilan, pengetahuan, dan sikap seorang siswa.
2.        Hasil penilaian tidak mutlak dan tidak abadi karena siswa terus berkembang sesuai dengan pengalaman belajar yang dialaminya (Chatib, 2009, 154)
Dengan demikian pengambilan sebuah kesimpulan bahwa gelar bodoh atau kurang pandai tidak dengan serta merta disematkan kepada siswa yang hasil ulangannya rendah karena memang pemahaman, keterampilan siswa selalu berkembang. Selain itu seorang siswa bisa saja cerdas dalam suatu bidang studi tertentu namun kurang di bidang yang lain. Karena memang manusia memiliki potensi yang beragam.
Dari sini dapat terlihat bagaimana kedudukan penilaian autentik dalam pembelajaran. Penilaian autentik berbeda dengan penilaian tradisional dimana jika penilaian tradisional menekankan pada peringkat dan menklasifikasikan siswa, mengesampingkan siswa yang tidak mampu (lemah), penilaian hanya menitikberatkan  pada aspek kognitif,  maka penilaian autentik menekankan pada kompetensi yang diajarkan, membantu siswa yang lemah untuk berkembang, penilaian menitikberatkan pada tiga ranah (Chatib, 2009 : 155)

Pelaksanaan Penilaian Autentik
Penilaian autentik dikatakan penilaian alternatif, karena dapat difungsikan sebagai alternatif untuk menggantikan penilaian tradisional. Pelaksanaan penilaian autentik memiliki karakteristik yaitu : (1) fokus pada materi yang penting, ide-ide besar atau kecakapan-kecakapan khusus, (2) merupakan penilaian yang mendalam, (3) mudah dilakukan di kelas atau di lingkungan sekolah, (4) menekankan pada kualitas produk atau kinerja dari pada jawaban tunggal (5) dapat mengembangkan kekuatan dan penguasaan materi pembelajaran pada siswa, (6) menyediakan banyak cara yang memungkinkan siswa dapat menunjukkan kemampuannya sebagai hasil belajar, dan (7) pemberian skor penilaian didasarkan pada esensi tugas. Selain karakteristik tersebut, dalam penilaian autentik tampak: (1) menekankan pada pemahaman konsep dan pemecahan masalah, (2) siswa mengalami proses pembelajaran secara bermakna dan memahami mata pelajaran dengan penalaran, (3) siswa secara aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan awal. Karakteristik tersebut, menunjukkan bahwa dalam penilaian autentik sejalan dengan pembelajaran kontek-stual dan pendekatan konstruktivis.
Adapun prinsip-prinsip umum penilaian autentik adalah : (1) proses penilaian harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran, (2) penilaian harus mencerminkan masalah dunia nyata, bukan hanya masalah dunia sekolah, (3) penilaian harus menggunakan berbagai ukuran, metoda dan kriteria yang sesuai dengan karakteristik dan esensi pengalaman belajar, (4) penilaian harus bersifat holistik yang mencakup semua aspek dari tujuan pembelajaran (kognitif, afektif, dan psikomotor).
Penilaian autentik sebenarnya telah digariskan dalam standar penilaian sebagaimana ditetapkan dalam Permendikbud Nomor 66 tahun 2013 tentang standar penilaian pendidikan. Dalam Permendikbud tersebut ditetapkan bahwa penilaian terdiri atas: tes tulis, tes lisan, praktek, proyek, portofolio, penilaian diri, penilaian antar peserta, jurnal, dan observasi selama kegiatan pembelajaran dan di luar pembelajaran, serta penugasan (terstruktur dan tugas mandiri tak terstruktur).
Penilaian autentik sebaiknya didukung dengan usaha discovering ability. Yaitu suatu aktifitas untuk menjelajahi kemampuan siswa pada saat hasil tes siswa tersebut dibawah standar ketuntasan. Melaui discovering ability siswa diminta menjawab suatu soal yang sama dengan cara yang berbeda sesuai dengan kecenderungannya. Apabila discovering ability ini tidak berhasil, barulah dilakukan remedial tes (tes pengulangan). Proses penjelajahan tersebut dapat menggunakan cara yang beragam. Sebagai contoh jika siswa tidak dapat menjawab soal tes tertulis tentang jumlah rukun shalat, maka guru dapat memerintahkan siswa untuk mendemonstrasikan shalat. Apabila siswa ternyata telah mampu melaksanakan shalat dengan baik, maka hal itu sudah dianggap memadai.
Penilaian autentik dapat dilakukan antara lain melalui portofolio, jurnal, demonstrasi, laporan tertulis, ceklis dan petunjuk observasi.
a. Portofolio
Portofolio merupakan kumpulan pekerjaan siswa (tugas-tugas) dalam periode waktu tertentu yang dapat memberikan informasi penilaian. Fokus tugas-tugas kegiatan pembelajaran dalam portofolio adalah pemecahan masalah, berpikir dan pemahaman, menulis, komunikasi, dan pandangan siswa sendiri terhadap dirinya sebagai pemelajar. Tugas yang diberikan kepada siswa dalam penilaian portofolio adalah tugas dalam konteks kehidupan sehari-hari. Siswa diharapkan untuk mengerjakan tugas tersebut secara lebih kreatif, sehingga siswa memperoleh kebebasan dalam belajar. Portofolio bukan hanya merupakan tempat penyimpanan pekerjaan siswa, tetapi merupakan sumber informasi untuk guru dan siswa, yang memuat perkembangan pengetahuan dan kemampuan siswa selama melakukan kegiatan pembelajaran. Portofolio juga dapat memberikan informasi untuk tindak lanjut dari suatu pekerjaan yang telah dilakukan siswa sehingga guru dan siswa berkesempatan untuk mengembangkan kemampuannya. Sesuai dengan bentuk tugas yang diberikan, penilaian portofolio ini dapat digunakan untuk menilai kinerja (performance) siswa dalam menyelesaikan tugas mata pelajaran selama satu tahun. Portofolio harus mencerminkan rentangan tujuan pembelajaran dan tugas-tugas yang terkait dalam waktu tertentu. Sesuai dengan bentuk tugasnya, maka penilaian portofolio ini juga dapat dikategorikan dalam penilaian kinerja(performance).
b. Jurnal.
Jurnal merupakan tulisan yang dibuat siswa untuk menunjukkan segala sesuatu yang telah dipelajari atau diperoleh dalam proses pembelajaran. Jurnal dapat digunakan untuk mencatat atau merangkum topik-topik pokok yang telah dipelajari, perasaan siswa dalam belajar mata pelajaran tertentu, kesulitan-kesulitan atau keberhasilan-keberhasilannya dalam menyelesaikan masalah atau topik pelajaran, dan catatan atau komentar siswa tentang harapan-harapannya dalam proses pembelajaran. Jurnal merupakan salah satu sarana yang baik untuk melatih dan meningkatkan keterampilan siswa dalam menulis, sehingga hasil-hasil jurnal dapat merupakan bagian dari penilaian portofolio.
c. Proyek
Proyek merupakan salah satu bentuk penilaian autentik yang berupa pemberian tugas kepada siswa secara berkelompok. Kegiatan ini merupakan cara untuk mencapai tujuan akademik sambil mengakomodasi berbagai perbedaan gaya belajar, minat, serta bakat dari masing-masing siswa. Tugas proyek akademik yang diberikan adalah tugas yang terkait dengan konteks kehidupan nyata, oleh karena itu tugas ini dapat meningkatkan partisipasi siswa. Sebagai contoh, siswa diminta membentuk kelompok proyek untuk menyelidiki keragaman budaya di lingkungan daerah tempat tinggal  mereka.
d. Demonstrasi
Demonstrasi adalah bentuk penilaian autentik dengan memberikan kesempatan siswa untuk mendemonstrasikan kemampuannya di depan kelas atau di depan khalayak umum/penonton. Siswa diminta menampilkan hasil penugasan mengenai kompetensi yang telah dikuasai. Para penonton dapat memberikan evaluasi terhadap tampilan tersebut. Sebagai contoh, siswa secara berkelompok diminta mendemonstrasikan kemampuannya dalam membuat masakan tradisional.
e. Laporan Tertulis
Laporan tertulis adalah bentuk penilaian autentik, berupa surat, petunjuk pelatihan teknis, brosur, laporan penelitian, essai singkat.
f. Ceklis dan pedoman observasi
Ceklis dan pedoman observasi merupakan bentuk penilaian autentik yang dilakukan dengan cara pengamatan langsung aktivitas siswa dalam kegiatan belajar, melaksanakan tugas-tugas kegiatan pembelajaran dan perilaku siswa sehari-hari sebagai hasil belajar. Penilaian autentik dalam proses penilaian di sekolah dilakukan dengan rubrik. Semua jenis dan bentuk penilaian autentik harus dinilai dengan rubrik. Rubrik adalah salah satu format penilaian dengan menggunakan matriks atau tabel yang rinci tentang aspek-aspek yang dinilai.
Dengan demikian jelas penilaian autentik lebih dapat mengungkapkan hasil belajar siswa secara holistik, sehingga benar-benar dapat mencerminkan potensi, kemampuan, dan kreativitas siswa sebagai hasil proses belajar. Selain itu penerapan penilaian autentik akan dapat mendorong siswa untuk lebih aktif belajar dan menerapkan hasil belajarnya dalam kehidupan nyata. Dengan demikian penilaian autentik dapat meningkatkan mutu pendidikan. Mengingat pentingnya penilaian autentik, baik dalam proses penilaian maupun peningkatan kualitas pembelajaran, maka metode penilaian seperti ini perlu diterapkan sebagai sarana untuk memperbaiki proses pembelajaran sekaligus untuk meningkatkan mutu pendidikan. Adapun penerapan penilaian autentik ini tentunya tidak langsung menggantikan posisi penilaian standar yang selama ini dilakukan, baik oleh guru, sekolah, maupun pemerintah, akan tetapi dilakukan secara komplementer dengan penilaian standar sesuai dengan kompetensi yang akan dinilai.
DAFTAR PUSTAKA
Buchari, M. 1983, Teknik-teknik Evaluasi dalam Pendidikan, Jemmars :Bandung
 Chatib, Munib,2012,  Sekolahnya Manusia, Kaifa : Bandung
Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013 Tentang Standar Penilaian Pendidikan
Rinehart and Einston Burke, Kay. (2009). How to assess authentic learning. California: Corwin A Sage Company
Rusyan, A. Tabrani; Atang Kusdinar dan Zainal Arifin, 1989, Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, Remadja Karya CV: Bandung.
Sudjana, Nana, 1989, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Sinar Baru Algensindo :Bandung.

No comments:

Post a Comment