Penilaian yang hanya menggunakan tes
saja tidak mampu menggambarkan kemampuan siswa secara utuh. Hal itu dikarenakan
kemampuan siswa yang terus berkembang dan keterampilan yang dimiliki siswa yang
beragam. Oleh karena itu dibutuhkan teknik penilaian autentik yang dapat
merekam pengetahuan, keterampilan dan sikap siswa secara holistik. Teknik penilaian
autentik dilakukan melalui portofolio, jurnal,
demonstrasi, laporan tertulis, ceklis dan observasi.
Untuk mengukur tingkat
keberhasilan sebuah proses pembelajaran diperlukan alat ukur yang disebut
dengan penilaian. Penilaian penting dilakukan untuk melihat sejauh mana tingkat
capaian dari sebuah proses pembelajaran. Namun apa jadinya jika penilaian yang
dilakukan hanya mengukur salah satu aspek saja kemampuan siswa, tentu hasilnya
menjadi bias.
Chatib, Munib,2012, Sekolahnya
Manusia, Kaifa : Bandung
Diakui atau tidak,
penilaian yang selama ini dilakukan oleh sekolah hanya sebatas menilai
kemampuan kognitif siswa dengan tes sebagai alat ukurnya. Hal ini diperkuat
dengan Ujian Nasional (UN) sebagai sarana untuk mengukur tingkat
penguasaan standar kompetensi siswa.
Akibatnya Sekolah cenderung memacu kemampuan kognitif siswa dengan memberikan
pelajaran tambahan dan menggunakan metode drill dalam setiap pembelajarannya
agar siswanya memperoleh nilai tinggi pada mata pelajaran yang di-UN- kan.
Dampak yang paling tidak diinginkan dalam pelaksanaan penilaian ini adalah
adanya berbagai kecurangan, baik yang dilakukan secara perorangan maupun
kolektif yang tersistem. Upaya-upaya tersebut tampak telah menyimpang dari
hakikat dan tujuan pembelajaran. Pembelajaran yang dilakukan bukan lagi
mendorong siswa untuk belajar melainkan mengerjakan soal, bukan lagi untuk memiliki
kompetensi sebagaimana tertuang dalam Permendikbud nomor 64 Tahun 2013 tentang
Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, tetapi untuk lulus
dalam UN, dan bukan lagi untuk menerapkan pengetahuannya dalam memecahkan
berbagai permasalahan kehidupan sehari-hari, melainkan agar memiliki strategi
dalam menjawab soal UN. Dengan demikian mutu pendidikan dalam arti yang
sebenarnya tidak akan pernah terwujud.
Berdasarkan pada
realitas dan pemikiran tersebut, maka perlu dikembangkan sistem penilaian yang
mampu mengukur kemampuan siswa secara holistik sebagai hasil belajar dan
mendorong siswa untuk belajar mengembangkan segala potensi dan kreativitasnya
serta menerapkan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari. Jenis penilaian
tersebut adalah penilaian autentik, yaitu suatu penilaian untuk mengukur secara
keseluruhan hasil dan proses belajar dengan berbagai cara. Mengapa penilaian autentik diperlukan ? apa
saja bentuk penilaian autentik ? akan menjadi fokus tulisan sederhana ini.
Penilaian dalam Proses
Pembelajaran
Penilaian merupakan
bagian integral dari proses pembelajaran. Penilaian sering dianggap sebagai
salah satu dari tiga pilar utama yang sangat menentukan kegiatan pembelajaran.
Ketiga pilar tersebut adalah perencanaan, pelaksanaan dan penilaian. Apabila
ketiga pilar tersebut sinergis dan berkesinambungan, maka akan sangat
menentukan kualitas pembelajaran.
Keberadaan
penilaian dalam proses pembelajaran sangatlah penting guna mengetahui kemajuan
anak dan tingkat efisiensi metode-metode pendidikan yang dipergunakan
pendidikan selama jangka waktu tertentu (Buchari, 1983 :7). Dari penilaian yang
dilakukan maka akan dapat diketahui tingkat keberhasilan proses pembelajaran
sehingga dapat dijadikan acuan terhadap perbaikan proses pembelajaran berikutnya
dalam segala aspek termasuk metode dan pendekatan yang digunakan. Tanpa adanya
kegiatan penilaian tidak akan mungkin seorang guru dapat mengembangkan atau
memperbaiki proses pembelajaran yang dilaksanakan karena tidak tersedianya
informasi yang akurat tentang kelebihan dan kelemahan dari berbagai praktik
yang telah dilakukan dalam proses pembelajaran itu sendiri.
Mengingat
pentingnya kegiatan penilaian dalam pembelajaran, maka penilaian harus
dilakukan dengan akurat sesuai dengan tujuan pembelajaran itu sendiri. Karena
tujuan pembelajaran biasanya bersifat kompleks, maka penilaianpun harus tidak
sederhana seperti yang biasa dilakukan. Setidaknya penilaian dilakukan sesuai
dengan tujuan pembelajaran itu sendiri yaitu untuk mengetahui:
1.
Hasil
belajar berupa pengetahuan dan pengertian,
2.
Hasil
belajar dalam bentuk sikap dan kelakuan,
3.
Hasil
belajar dalam bentuk kemampuan untuk diamalkan,
4.
Hasil
belajarn dalam bentuk keterampilan serta yang dilaksanakan dalam kegiatan
sehari-hari (Ruysan, 1989 : 210-211 )
Mengacu pada pandangan di atas, maka dapat dipahami bahwa pada
hakekatnya kegiatan penilaian itu harus berorientasi pada ketiga aspek tujuan
pendidikan, yakni aspek kongnitif, afektif dan psikomotor.
Karena
itu penilaian hendaknya dilakukan dengan dua pendekatan sekaligus yaitu
pendekatan ilmuninatif-observatif dan struktural-objektif. Penilaian secara iluminatif-observatif dilakukan dengan pengamatan yang
terus-menerus tentang perubahan dan kemajuan yang dicapai siswa. Sedangkan penilaian secara struktural-objektif berhubungan dengan pemberian
skor, angka atau nilai yang biasa dilakukan dalam rangka penilaian hasil
belajar siswa. Sungguhpun masih banyak kekurangan dan kelemahan, penilaian cara
yang kedua (struktural-objektif) telah biasa digunakan oleh para guru. Namun
penilaian cara yang pertama (iluminatif-observatif) masih belum biasa digunakan
guru disebabkan kemampuan dan kesadaran akan pentingnya penilaian tersebut
belum membudaya (Sudjana, 1989 : 21 – 22).
Urgensi
Penilaian Autentik
Manusia
adalah makhluk yang unik yang dibekali dengan potensi yang tidak terbatas.
Banyak penilitian yang dilakukan untuk mengungkap misteri manusia,
diantaranya temuan para ilmuan seperti
Alfred Binet dengan IQ-nya, Daniel Goleman dengan EQ-nya, dan Howard Gadner
dengan Multiple Intelegenciesnya.
Melihat
potensi manusia yang tidak terbatas seperti yang dikemukakan oleh para ahli di
atas, maka menuntut suatu penilaian pembelajaran yang komprehensip meliputi
semua potensi. Dengan demikian penilaian yang hanya menekankan aspek kognitif
belaka harus segara diakhiri hal ini mengingat :
1.
Pengukuran tunggal tidak cukup untuk
memberikan gambaran/informasi tentang kemampuan, keteramapilan, pengetahuan,
dan sikap seorang siswa.
2.
Hasil
penilaian tidak mutlak dan tidak abadi karena siswa terus berkembang sesuai
dengan pengalaman belajar yang dialaminya (Chatib, 2009, 154)
Dengan
demikian pengambilan sebuah kesimpulan bahwa gelar bodoh atau kurang pandai
tidak dengan serta merta disematkan kepada siswa yang hasil ulangannya rendah karena
memang pemahaman, keterampilan siswa selalu berkembang. Selain itu seorang siswa
bisa saja cerdas dalam suatu bidang studi tertentu namun kurang di bidang yang
lain. Karena memang manusia memiliki potensi yang beragam.
Dari
sini dapat terlihat bagaimana kedudukan penilaian autentik dalam pembelajaran. Penilaian
autentik berbeda dengan penilaian tradisional dimana jika penilaian tradisional
menekankan pada peringkat dan menklasifikasikan siswa, mengesampingkan siswa
yang tidak mampu (lemah), penilaian hanya menitikberatkan pada aspek kognitif, maka penilaian autentik menekankan pada
kompetensi yang diajarkan, membantu siswa yang lemah untuk berkembang,
penilaian menitikberatkan pada tiga ranah (Chatib, 2009 : 155)
Pelaksanaan Penilaian
Autentik
Penilaian autentik
dikatakan penilaian alternatif, karena dapat difungsikan sebagai alternatif
untuk menggantikan penilaian tradisional. Pelaksanaan penilaian autentik memiliki
karakteristik yaitu : (1) fokus pada materi yang penting, ide-ide besar atau
kecakapan-kecakapan khusus, (2) merupakan penilaian yang mendalam, (3) mudah
dilakukan di kelas atau di lingkungan sekolah, (4) menekankan pada kualitas
produk atau kinerja dari pada jawaban tunggal (5) dapat mengembangkan kekuatan
dan penguasaan materi pembelajaran pada siswa, (6) menyediakan banyak cara yang
memungkinkan siswa dapat menunjukkan kemampuannya sebagai hasil belajar, dan
(7) pemberian skor penilaian didasarkan pada esensi tugas. Selain karakteristik
tersebut, dalam penilaian autentik tampak: (1) menekankan pada pemahaman konsep
dan pemecahan masalah, (2) siswa mengalami proses pembelajaran secara bermakna
dan memahami mata pelajaran dengan penalaran, (3) siswa secara aktif membangun
pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan awal. Karakteristik tersebut,
menunjukkan bahwa dalam penilaian autentik sejalan dengan pembelajaran
kontek-stual dan pendekatan konstruktivis.
Adapun prinsip-prinsip
umum penilaian autentik adalah : (1) proses penilaian harus merupakan bagian
yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran, (2) penilaian harus mencerminkan
masalah dunia nyata, bukan hanya masalah dunia sekolah, (3) penilaian harus
menggunakan berbagai ukuran, metoda dan kriteria yang sesuai dengan
karakteristik dan esensi pengalaman belajar, (4) penilaian harus bersifat
holistik yang mencakup semua aspek dari tujuan pembelajaran (kognitif, afektif,
dan psikomotor).
Penilaian autentik
sebenarnya telah digariskan dalam standar penilaian sebagaimana ditetapkan
dalam Permendikbud Nomor 66 tahun 2013 tentang standar penilaian pendidikan.
Dalam Permendikbud tersebut ditetapkan bahwa penilaian terdiri atas: tes tulis,
tes lisan, praktek, proyek, portofolio, penilaian diri, penilaian antar peserta,
jurnal, dan observasi selama kegiatan pembelajaran dan di luar pembelajaran,
serta penugasan (terstruktur dan tugas mandiri tak terstruktur).
Penilaian autentik
sebaiknya didukung dengan usaha discovering ability. Yaitu suatu aktifitas
untuk menjelajahi kemampuan siswa pada saat hasil tes siswa tersebut dibawah
standar ketuntasan. Melaui discovering ability siswa diminta menjawab suatu soal
yang sama dengan cara yang berbeda sesuai dengan kecenderungannya. Apabila
discovering ability ini tidak berhasil, barulah dilakukan remedial tes (tes
pengulangan). Proses penjelajahan tersebut dapat menggunakan cara yang beragam.
Sebagai contoh jika siswa tidak dapat menjawab soal tes tertulis tentang jumlah
rukun shalat, maka guru dapat memerintahkan siswa untuk mendemonstrasikan
shalat. Apabila siswa ternyata telah mampu melaksanakan shalat dengan baik,
maka hal itu sudah dianggap memadai.
Penilaian autentik dapat
dilakukan antara lain melalui portofolio, jurnal, demonstrasi, laporan
tertulis, ceklis dan petunjuk observasi.
a. Portofolio
Portofolio merupakan kumpulan pekerjaan siswa (tugas-tugas) dalam periode
waktu tertentu yang dapat memberikan informasi penilaian. Fokus tugas-tugas
kegiatan pembelajaran dalam portofolio adalah pemecahan masalah, berpikir dan
pemahaman, menulis, komunikasi, dan pandangan siswa sendiri terhadap dirinya
sebagai pemelajar. Tugas yang diberikan kepada siswa dalam penilaian portofolio
adalah tugas dalam konteks kehidupan sehari-hari. Siswa diharapkan untuk
mengerjakan tugas tersebut secara lebih kreatif, sehingga siswa memperoleh
kebebasan dalam belajar. Portofolio bukan hanya merupakan tempat penyimpanan
pekerjaan siswa, tetapi merupakan sumber informasi untuk guru dan siswa, yang
memuat perkembangan pengetahuan dan kemampuan siswa selama melakukan kegiatan
pembelajaran. Portofolio juga dapat memberikan informasi untuk tindak lanjut
dari suatu pekerjaan yang telah dilakukan siswa sehingga guru dan siswa
berkesempatan untuk mengembangkan kemampuannya. Sesuai dengan bentuk tugas yang
diberikan, penilaian portofolio ini dapat digunakan untuk menilai kinerja
(performance) siswa dalam menyelesaikan tugas mata pelajaran selama satu tahun.
Portofolio harus mencerminkan rentangan tujuan pembelajaran dan tugas-tugas
yang terkait dalam waktu tertentu. Sesuai dengan bentuk tugasnya, maka
penilaian portofolio ini juga dapat dikategorikan dalam penilaian
kinerja(performance).
b. Jurnal.
Jurnal merupakan
tulisan yang dibuat siswa untuk menunjukkan segala sesuatu yang telah
dipelajari atau diperoleh dalam proses pembelajaran. Jurnal dapat digunakan
untuk mencatat atau merangkum topik-topik pokok yang telah dipelajari, perasaan
siswa dalam belajar mata pelajaran tertentu, kesulitan-kesulitan atau
keberhasilan-keberhasilannya dalam menyelesaikan masalah atau topik pelajaran,
dan catatan atau komentar siswa tentang harapan-harapannya dalam proses
pembelajaran. Jurnal merupakan salah satu sarana yang baik untuk melatih dan
meningkatkan keterampilan siswa dalam menulis, sehingga hasil-hasil jurnal
dapat merupakan bagian dari penilaian portofolio.
c. Proyek
Proyek merupakan salah satu bentuk penilaian autentik yang berupa pemberian
tugas kepada siswa secara berkelompok. Kegiatan ini merupakan cara untuk
mencapai tujuan akademik sambil mengakomodasi berbagai perbedaan gaya belajar,
minat, serta bakat dari masing-masing siswa. Tugas proyek akademik yang
diberikan adalah tugas yang terkait dengan konteks kehidupan nyata, oleh karena
itu tugas ini dapat meningkatkan partisipasi siswa. Sebagai contoh, siswa
diminta membentuk kelompok proyek untuk menyelidiki keragaman budaya di
lingkungan daerah tempat tinggal mereka.
d. Demonstrasi
Demonstrasi adalah
bentuk penilaian autentik dengan memberikan kesempatan siswa untuk
mendemonstrasikan kemampuannya di depan kelas atau di depan khalayak
umum/penonton. Siswa diminta menampilkan hasil penugasan mengenai kompetensi
yang telah dikuasai. Para penonton dapat memberikan evaluasi terhadap tampilan
tersebut. Sebagai contoh, siswa secara berkelompok diminta mendemonstrasikan kemampuannya
dalam membuat masakan tradisional.
e. Laporan Tertulis
Laporan tertulis adalah bentuk penilaian autentik, berupa surat, petunjuk
pelatihan teknis, brosur, laporan penelitian, essai singkat.
f. Ceklis dan pedoman
observasi
Ceklis dan pedoman observasi merupakan bentuk penilaian autentik yang
dilakukan dengan cara pengamatan langsung aktivitas siswa dalam kegiatan
belajar, melaksanakan tugas-tugas kegiatan pembelajaran dan perilaku siswa
sehari-hari sebagai hasil belajar. Penilaian autentik dalam proses penilaian di
sekolah dilakukan dengan rubrik. Semua jenis dan bentuk penilaian autentik
harus dinilai dengan rubrik. Rubrik adalah salah satu format penilaian dengan
menggunakan matriks atau tabel yang rinci tentang aspek-aspek yang dinilai.
Dengan demikian jelas
penilaian autentik lebih dapat mengungkapkan hasil belajar siswa secara holistik,
sehingga benar-benar dapat mencerminkan potensi, kemampuan, dan kreativitas
siswa sebagai hasil proses belajar. Selain itu penerapan penilaian autentik
akan dapat mendorong siswa untuk lebih aktif belajar dan menerapkan hasil
belajarnya dalam kehidupan nyata. Dengan demikian penilaian autentik dapat
meningkatkan mutu pendidikan. Mengingat pentingnya penilaian autentik, baik dalam
proses penilaian maupun peningkatan kualitas pembelajaran, maka metode
penilaian seperti ini perlu diterapkan sebagai sarana untuk memperbaiki proses
pembelajaran sekaligus untuk meningkatkan mutu pendidikan. Adapun penerapan
penilaian autentik ini tentunya tidak langsung menggantikan posisi penilaian
standar yang selama ini dilakukan, baik oleh guru, sekolah, maupun pemerintah,
akan tetapi dilakukan secara komplementer dengan penilaian standar sesuai
dengan kompetensi yang akan dinilai.
Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013 Tentang Standar Penilaian Pendidikan
Rinehart and Einston Burke, Kay. (2009). How to assess authentic learning.
California: Corwin A Sage Company
Rusyan, A. Tabrani; Atang Kusdinar dan Zainal Arifin, 1989, Pendekatan
dalam Proses Belajar Mengajar, Remadja Karya CV: Bandung.
Sudjana, Nana, 1989, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Sinar Baru
Algensindo :Bandung.
No comments:
Post a Comment